Toys R Us, mantan raksasa ritel mainan, mencoba menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk kembali menjadi yang teratas setelah bangkrut. Baru-baru ini, mereka merilis film bermerek yang mereka klaim diproduksi oleh alat teks-ke-video Sora OpenAI, yang menarik perhatian luas di industri ini. Video yang menceritakan kisah pendiri Toys R Us dan maskot merek Jeffrey, dimaksudkan untuk membangkitkan nostalgia terhadap merek tersebut dan mempromosikan rencananya untuk merevitalisasi merek tersebut. Namun, proses produksi film dan sumber materialnya juga menimbulkan beberapa kontroversi, sehingga menimbulkan masalah etika dan teknis baru dalam penerapan teknologi AI dalam pemasaran merek.
Toys "R" Us, yang pernah menjadi raksasa ritel mainan global yang populer, sedang mengupayakan revitalisasi merek dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan. Perusahaan tersebut, yang bangkrut karena operasi ekuitas swasta pada tahun 2018, baru-baru ini merilis "film bermerek" yang mengklaim diproduksi menggunakan alat teks-ke-video Sora milik OpenAI, sehingga menarik perhatian industri.
Video tersebut dipimpin oleh perusahaan manajemen merek WHP Global dan diproduksi oleh agensi kreatif Native Foreign. Direktur Nick Klevelov mengatakan bahwa Sora menyelesaikan sekitar 80-85% pekerjaan, dan tim kemudian melakukan koreksi efek visual. Namun, orang dalam industri menemukan bahwa beberapa cuplikan dalam video tersebut sepertinya menggunakan kembali materi dari kolaborasi Native Foreign sebelumnya dengan Sora.
Video berdurasi 66 detik tersebut menceritakan kisah pendiri muda Toys R Us, Charles Lazarus. Dia bermimpi mengubah toko mainan dengan bantuan maskot merek tersebut, Geoffrey si jerapah. Jeffrey muncul dalam mimpinya. Reaksi terhadap video di media sosial beragam.
Meskipun chief technology officer OpenAI menolak untuk mengungkapkan sumber data pelatihan Sora, ada spekulasi luas di industri bahwa data tersebut mungkin berasal dari YouTube. Sejak diperkenalkan pada bulan Februari tahun ini, teknologi ini telah menarik perhatian karena kemampuan pembuatan video fotorealistiknya, dan OpenAI dilaporkan telah memperkenalkan teknologi tersebut ke Hollywood.
Upaya Toys "R" Us mencerminkan upaya rebranding. WHP Global saat ini telah melisensikan mereknya ke toko-toko seperti Macy's Department Store dan berencana membuka hingga 24 toko fisik pada tahun 2024 sambil memperluas saluran seperti bandara dan kapal pesiar. Perlu dicatat bahwa ini bukan pertama kalinya Toys R Us menggunakan teknologi baru untuk menarik pelanggan. Ketika perusahaan tersebut mengajukan pailit pada tahun 2017, perusahaan tersebut meluncurkan aplikasi AR untuk meningkatkan pengalaman pelanggan.
Namun, dampak sebenarnya dari "film merek AI" ini masih harus dilihat. Saat ini, video tersebut hanya diputar di Toysrus.com dan Festival Kreativitas Internasional Cannes Lions, dan belum dirilis di saluran komersial lainnya.
Jalan kebangkitan Toys "R" Us penuh dengan tantangan. Meskipun beberapa toko khusus dan toko-toko WHSmith telah dibuka di Inggris, serta dua toko besar di Amerika Serikat, masih belum diketahui apakah upaya ini dapat mengembalikan kejayaan merek tersebut.
Kasus ini tidak hanya menunjukkan potensi teknologi AI dalam pemasaran merek, namun juga memicu diskusi mengenai sumber data, etika kreatif, dan batasan penerapan teknologi. Seiring dengan terus berkembangnya teknologi AI, mungkin akan semakin banyak upaya rebranding serupa, dan kami akan terus memperhatikan bagaimana AI membentuk kembali industri tradisional dan pengalaman konsumen.
Jalan menuju kebangkitan Toys R Us masih harus dilihat, namun film merek yang diproduksi oleh AI ini tidak diragukan lagi memberikan ide-ide baru untuk pemasaran merek dan membawa pemikiran baru pada batasan penerapan teknologi AI. Di masa depan, teknologi AI akan semakin berperan penting dalam rebranding, dan perkembangannya patut terus mendapat perhatian.