Meta baru-baru ini memicu kontroversi ketika sistem pengenalan gambar AI-nya secara keliru menyebut foto asli sebagai "diproduksi oleh AI". Beberapa fotografer, termasuk mantan fotografer Gedung Putih Pete Souza, telah melaporkan masalah serupa dengan karya mereka yang salah diberi label sebagai buatan AI, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keakuratan teknologi pengenalan AI Meta dan mengungkap Kemungkinan kelemahan dalam sistem ini dan potensi pelanggaran hak pencipta. . Kejadian ini dengan cepat menyebar di media sosial dan menarik perhatian luas.
Baru-baru ini, raksasa media sosial Meta terlibat dalam kontroversi mengenai tag AI. Beberapa fotografer mengeluh bahwa Meta secara keliru menambahkan label "Dibuat oleh AI" ke foto asli yang mereka ambil, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keakuratan sistem pengenalan AI perusahaan.
Masalah ini pertama kali ditemukan oleh mantan fotografer Gedung Putih Pete Souza. Foto pertandingan bola basket yang diambilnya secara keliru diberi label sebagai buatan AI oleh Meta. Selanjutnya, lebih banyak fotografer melaporkan situasi serupa, termasuk foto juara Liga Utama India yang salah diberi tag. Menariknya, label kesalahan ini hanya muncul di perangkat seluler dan bukan di web.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah pengeditan yang sangat kecil sekalipun dapat memicu tag AI Meta. PetaPixel melaporkan bahwa menggunakan alat Isi Generatif Adobe Photoshop untuk menghilangkan gumpalan kecil dari sebuah gambar sudah cukup bagi Meta untuk menandai foto tersebut sebagai foto yang dihasilkan oleh AI. Hal ini memicu kecaman dari para fotografer, yang berpendapat bahwa perubahan kecil seperti itu tidak boleh diberi label sebagai hasil buatan AI.

Fotografer Noah Kalina mengungkapkan pendapatnya di Threads: "Jika foto 'retouch' adalah 'dibuat dengan AI,' maka istilah tersebut secara efektif kehilangan maknanya." Dia bahkan menyarankan bahwa jika Meta benar-benar ingin melindungi pengguna, mengapa tidak memberi label pada setiap foto sebagai "bukan representasi yang sebenarnya".
Menghadapi kontroversi tersebut, juru bicara Meta, Kate McLaughlin, mengakui bahwa perusahaannya menyadari masalah ini dan sedang mengevaluasi metode pelabelannya agar lebih akurat mencerminkan sejauh mana penggunaan AI dalam gambar. Meta mengatakan pihaknya mengandalkan metrik standar industri dan bekerja sama dengan perusahaan lain untuk meningkatkan prosesnya.
Kontroversi ini bermula dari rencana yang diumumkan oleh Meta pada bulan Februari untuk menambahkan label "buatan AI" pada foto yang dihasilkan menggunakan alat AI tertentu menjelang musim pemilu. Meskipun Meta belum mengungkapkan mekanisme pemicu spesifiknya, secara umum industri diyakini terkait dengan metadata dalam file gambar.
Dengan meluasnya penerapan teknologi AI dalam pemrosesan gambar, cara mengidentifikasi dan memberi label secara akurat pada konten yang dihasilkan AI telah menjadi masalah yang pelik. Kontroversi Meta tidak hanya mencerminkan keterbatasan teknologi pengenalan AI saat ini, tetapi juga memicu pemikiran mendalam masyarakat mengenai keaslian konten digital dan hak-hak pencipta. Ketika kontroversi terus berlanjut, industri mengharapkan Meta untuk memperbaiki sistem pelabelannya sesegera mungkin dan menemukan keseimbangan antara melindungi pengguna dan menghormati pencipta.
Meta perlu menghadapi insiden ini dan secara serius merenungkan keakuratan sistem pengenalan AI dan keadilan algoritmanya. Hanya dengan terus meningkatkan teknologi dan berkomunikasi secara aktif dengan fotografer dan pembuat konten lainnya, kita akhirnya dapat mengatasi masalah ini dan menjaga ekologi Internet yang baik.